Selasa, 21 Maret 2017

Pemberian Izin Melakukan "Syafaat" Menolak Faham "Penebusan Dosa" Melalui "Kematian Terkutuk" Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di Tiang Salib & Pendakwaan Sebagai Masih Mau'ud a.s. (Al-Masih yang Dijanjikan)



Bismillaahirrahmaanirrahiim

  ISLAM
Pidato  Mirza Ghulam Ahmad a.s.
Tgl. 2 November 1904 di Kota Sialkote – Hindustan

Bab  43  (Tamat)

PEMBERIAN IZIN MELAKUKAN SYAFAAT  MENOLAK FAHAM “PENEBUSAN DOSA” MELALUI “KEMATIAN TERKUTUK” NABI ISA IBNU MARYAM A.S. DI TIANG SALIB & PENDAKWAAN   SEBAGAI   MASIH MAU’UD A.S. (AL-MASIH YANG DIJANJIKAN)

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan topik Mencela Kesempurnaan Ajaran Islam Tanpa Pengetahuan & Tiga Cara Melakukan Pensucian Jiwa dari Dosa.   Sehubungan dengan hal tersebut Masih Mau’ud a.s. lebih lanjut menjelaskan:
        “Di sini kami terangkan dengan sedih hati    bahwa kebanyakan orang-orang Ariya dan Kristen telah biasa mencela peraturan-peraturan Islam yang benar dan sempurna tetapi mereka lalai terhadap keruhanian agamanya sendiri. Mencaci-maki dan mencela orang-orang mulia, nabi-nabi dan rasul-rasul bukanlah ajaran  suatu agama, malah perbuatan terkutuk ini sangat berlawanan dengan asal (pokok) tujuan agama
        Tujuan agama adalah manusia harus membersihkan diri supaya ruhnya senantiasa bersujud di hadapan istana Ilahi dengan penuh keyakinan, kecintaan, makrifat, kejujuran dan kesetiaan  sehingga terjadi suatu perubahan sejati dalam dirinya untuk memperoleh kehidupan surgawi dalam dunia ini juga.
         Kebaikan yang sebenarnya tidak dapat diperoleh hanya dengan itikad bahwa Nabi Isa  naik di atas kayu salib (disalibkan) untuk menebus dosa manusia dan dengan beriman kepada hal ini saja seorang menjadi bersih dari dosa-dosa. Bagaimana mungkin  akan  dapat diperoleh kesucian dan kebersihan jika tidak dengan mengerjakan tadzkiyah nafs (pensucian  diri pribadi) sedikit pun?
       Kesucian yang sebenarnya baru akan dapat diperoleh kalau manusia taubat dari kehidupan yang kotor untuk mencari  kehidupan yang suci, dan harus menjalankan tiga perkara berikut ini:
      Pertama,  ialah tadbir (rencana) dan mujahadah (daya upaya/usaha) yakni sedapat mungkin ia harus berdaya-upaya (berusaha) untuk keluar dari kehidupan yang kotor.
    Kedua, ialah doa yakni setiap saat ia harus munajat ke hadhirat Ilahi agar Dia mengaluarkannya dari kehidupan yang kotor dengan Tangan-Nya Sendiri serta menimbulkan suatu api di dalamnya untuk membakar segala apa yang bersangkut-paut dengan kejahatan dan memberikan suatu kekuatan untuk menang atas dorongan-dorongan nafsunya.
      Hendaknya ia senantiasa sibuk di dalam doa itu sehingga tibalah saatnya suatu nur Ilahi turun atas kalbunya, suatu cahaya yang  gemerlap melenyapkan segala kegelapan dari nafsunya serta menjauhkan kelemahan-kelemahannya dan menimbulkan suatu perubahan suci pada dirinya. 
    Sebenarnya doa mempuyai kekuatan yang luar biasa, orang mati kalau dapat dihidupkan lagi hanyalah dengan doa, orang-orang kotor kalau dapat dibuat suci hanya dengan doa. Akan tetapi mengerjakan doa itu sama susahnya seperti menerima kematian.
      Ketiga,  ia bergaul dengan orang-orang suci dan shalih karena suatu pelita dapat dinyalakan  dengan perantaraan pelita lain yang telah menyala.

Dua Macam  “Minuman Surgawi

     Jelasnya ialah tiga jalan untuk memperoleh najat (keselamatan) dari dosa dan dengan mengerjakan semua jalan ini akhirnya kelak kita akan mendapat fadhal (karunia) dan rahmat Ilahi. Kita tidak akan dapat lepas dari dosa hanya dengan mempercayai bahwa Nabi Isa  naik di atas kayu salib (disalibkan) untuk menebus dosa manusia, melainkan itu hanya menipu diri sendiri.
       Manusia dijadikan  untuk suatu maksud dan tujuan yang sangat tinggi maka ia tidak cukup hanya melepaskan diri dari dosanya saja.   Banyak binatang tidak berbuat suatu dosa, kemudian dapatkah  binatang-binatang itu disebut sebagai kamil (sempurna)? Dapatkan kita memperoleh hadiah atau karunia dari seseorang hanya karena kita tidak berbuat dosa terhadapnya?
     Karunia dan hadiah itu akan diperoleh hanya dengan khidmat dan bakti yang dikerjakan  dengan tulus ikhlas, dan  khidmat dan bakti dalam jalan Allah Swt.  ialah manusia harus menyerahkan  diri kepada-Nya serta melepaskan segala kecintaan yang lain untuk kecintaan  kepada-Nya dan membuang kemauan sendiri untuk memperoleh keridhaan-Nya.
       Tentang hal ini Al-Quran mengemukakan suatu misal bahwa seorang manusia tidak  memperoleh kesempurnaan   sebelum minum dua macam minuman:     Pertama, ialah minuman untuk mendinginkan kesukaan kepada dosa yang dalam Al-Quran dinamakan “minuman kafur (kafur barus).” Kedua, ialah minuman untuk mengisi kecintaan Ilahi yang dalam Al-Quran dinamakan “minuman zanjabil (jahe).”
     Tetapi sayang orang-orang Ariya dan Kristen tidak mempergunakan jalan ini. Orang-orang Ariya mengatakan bahwa dosa   akan dihukum  -- baik bertaubat atau pun tidak  --  dan akan menyebabkan terjadinya penitisan  ruh (re-nkarnasi) yang berulang-ulang.
      Orang-orang Kristen berpendirian bahwa hanya dengan mempercayai Nabi Isa a.s. naik di atas salib (disalibkan) untuk menebus dosa manusia kita akan lepas dari dosa-dosa itu. Kedua golongan ini telah sesat jauh dari asal maksudnya, mereka meninggalkan pintu yang harus dilaluinya dalam hutan rimba yang sangat jauh.

Nasihat Masih Mau’ud a.s.  Bagi  Kaum Kristen

   Setelah ucapan terhadap orang-orang Ariya tersebut, sekarang saya tujukan pembicaraan saya terhadap orang-orang Kristen yang sangat berusaha  menyiarkan agamanya di dunia  ini, keadaan  mereka lebih buruk daripada orang-orang Ariya.
       Orang-orang Ariya di zaman sekarang lagi berusaha  membuang kepercayaan tua yang mengajarkan penyembahan  kepada makhluk. Tetapi orang-orang Kristen di zaman sekarang bukan saja mereka menyembah kepada makhluk, malah lagi berusaha menyeret seluruh dunia ke dalam penyembahan terhadap makhluk.
       Semata-mata dengan memaksa dan mendesak  mengemukakan Nabi Isa a.s. sebagai Tuhan padahal beliau a.s. sama sekali tidak mempunyai kekuatan atau sifat yang tidak ada pada nabi-nabi lain, bahkan beberapa nabi lain dalam memperlihatkan mukjizat ada yang melebihi Nabi Isa a.s., dan kelemahan-kelemahan  beliau   menjadi saksi  bahwa beliau a.s. hanyalah semata-mata manusia serta beliau a.s. tidak pernah mendakwakan diri sebagai Tuhan. Segala ucapan  beliau a.s. yang dipakai untuk menyatakan pendakwaan beliau a.s. sebagai Tuhan adalah kesamaran dan kekeliruan faham saja.
        Perkataan-perkataan semacam itu acap kali dipergunakan dalam kalimat-kalimat Ilahi sebagai isti’arah   dan tamsil (kiasan) terhadap nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya, karena itu orang-orang berakal tidak akan menisbahkan pendakwaan sebagai Tuhan dari perkataan tersebut, melainkan kekeliruan itu akan dikerjakan oleh orang-orang yang membikin dan menjadikan manusia sebagai Tuhan.
      Saya bersumpah dengan nama Allah Swt,.  bahwa dalam wahyu-wahyu dan ilham-ilham yang saya terima terdapat kalimat-kalimat (isti’arah dan kiasan) yang lebih dari itu, maka jika kalimat-kalimat tersebut membuktikan Nabi Isa a.s. sebagai Tuhan maka saya pun – Na’ūdzubillāh --  mempunyai hak untuk mendakwakan semacam itu.
   Haruslah diperhatikan bahwa orang-orang yang menuduh Nabi Isa a.s. mendakwakan sebagai Tuhan mereka itu  dalam kesalahan besar, sebab  beliau a.s. sama sekali tidak pernah mendakwakan yang semacam itu. Pengakuan Nabi Isa a.s. tentang diri beliau a.s. tidak melebihi batas-batas  syafaat (rekomendasi/perantaraan), dan tidak ada yang menolak mengenai syafaat nabi-nabi Allah. 
       Dengan syafaat Nabi Musa a.s. beberapa kali Bani Israil diselamatkan dari siksaan yang bergolak-golak. Saya sendiri pun punya pengalaman dalam hal ini, dan sebagian besar dari orang-orang terkemuka dalam  kami mengetahui pula bahwa dengan syafaat saya beberapa orang diselamatkan dari musaibah-musibah dan penyakit,  sebagaimana hal itu  sebelumnya lebih dulu telah dikabarkan kepada mereka.
     Itikad tentang Nabi Isa a.s. dinaikkan di atas kayu salib (disalibkan) untuk menebus dosa manusia dan dosa-dosa umatnya dipikul oleh beliau adalah suatu masalah yang sangat bertentangan dengan akal sehat,   karena dosa seseorang  lalu menghukum orang lain adalah suatu hal yang jauh dari sifat-sifat keadilan Allah Swt..

Itikad Keagamaan dan Kecintaan Duniawi  “Generasi Penerus”  yang Bertentangan    “Golongan Hawari”

     Pendek kata istilah ini penuh dengan kesalahan dan kesamaran. Menyembah kepada makhluk dengan meninggalkan Allah Swt. Yang bersifat Tunggal (Al-Ahad) dan tidak bersekutu bukanlah pekerjaan orang yang berakal. Mengapa tiga oknum yang sempurna dan mustaqil (berdiri sendiri) -- serta semuanya sama-sama mempunyai kekuatan   --menjadi “satu Tuhan” yang sempurna adalah suatu manthiq (logika) di dunia ini yang hanya dapat difahami oleh orang-orang Kristen.
       Yang harus disesalkan ialah maksud dan tujuan membuat kepercayaan yang baru tersebut – yaitu lepas dan bebas dari kekotoran dunia ini  -- tetapi semua  itu tidak berhasil juga. Malah para hawariyyin (pengikut) Nabi Isa a.s. sebelum diadakan kepercayaan  tentang  kaffarah  (penebusan)  mereka mempunyai keruhanian yang sangat suci, mereka tidak terjerumus ke dalam kekotoran keduniawian, dan mereka tidak berdaya-upaya untuk mencari keduniawian saja. Tetapi orang-orang (generasi) yang  setelah mereka, sesudah ada masalah kaffarah (penebusan) tidak mempunyai lagi keruhanian dan akhlak seperti para hawari yang dahulu itu.
      Teristimewa dalam zaman sekarang semakin banyak disiarkannya masalah kaffarah (penebusan) tentang Nabi Isa a.s., semakin banyak umat Kristen maju dalam keduniaan dan sebagian besar mereka seolah-olah seperti orang mabuk, mereka siang dan malam   sibuk  dalam pekerjaan dunia saja. Rasanya tidak perlu diceritakan di sini dosa-dosa  lain yang lagi merajalela di Eropa teristimewa minuman arak dan perzinahan.”
    Penjelasan Masih Mau’ud a.s. mengenai perbedaan faham keagamaan antara golongan hawari di masa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.3:53-55) dengan generasi penerus mereka yang mempercayai  “Trinitas” dan “Penebusan dosa”  -- yang bertentangan dengan ajaran  asli Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.5:117-119)  -- tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. berikut ini:
فَخَلَفَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ خَلۡفٌ وَّرِثُوا الۡکِتٰبَ یَاۡخُذُوۡنَ عَرَضَ ہٰذَا الۡاَدۡنٰی وَ یَقُوۡلُوۡنَ سَیُغۡفَرُ لَنَا ۚ وَ اِنۡ یَّاۡتِہِمۡ عَرَضٌ مِّثۡلُہٗ یَاۡخُذُوۡہُ ؕ اَلَمۡ یُؤۡخَذۡ عَلَیۡہِمۡ مِّیۡثَاقُ الۡکِتٰبِ اَنۡ لَّا یَقُوۡلُوۡا عَلَی اللّٰہِ  اِلَّا الۡحَقَّ وَ دَرَسُوۡا مَا فِیۡہِ  ؕ وَ الدَّارُ  الۡاٰخِرَۃُ  خَیۡرٌ لِّلَّذِیۡنَ  یَتَّقُوۡنَ ؕ اَفَلَا  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾  
Maka datang menggantikan sesudah mereka, suatu generasi  pengganti  yang mewarisi Kitab Taurat  itu, mereka mengambil harta dunia  yang rendah ini dan mereka mengatakan: “Pasti kami akan diampuni.” Dan jika datang kepada mereka harta semacam itu lagi mereka akan mengambilnya. Bukankah telah diambil perjanjian dari mereka dalam Kitab bahwa mereka tidak akan mengatakan sesuatu terhadap Allah kecuali yang haq, dan  mereka telah mempelajari  apa yang tercantum di dalamnya? Padahal  kampung  akhirat itu   lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, apakah kamu tidak mau mengerti?  (Al-A’rāf [7]:170).
       Makna 'aradha dalam ayat:  یَاۡخُذُوۡنَ عَرَضَ ہٰذَا الۡاَدۡنٰی وَ یَقُوۡلُوۡنَ سَیُغۡفَرُ لَنَا   --  “mereka mengambil harta dunia  yang rendah ini dan mereka mengatakan: “Pasti kami akan diampuni”   artinya:  barang yang tidak kekal, barang-barang duniawi yang rendah nilainya, barang-barang dagangan atau komoditi-komoditi duniawi; benda atau sesuatu  (Lexicon Lane).
      ucapan mereka  سَیُغۡفَرُ لَنَا   --  ”pasti kami diampuni” mengisyaratkan kepada “Trinitas” dan “penebusan dosa” rekayasa Paulus dalam “surat-surat kirimannya” sebagaimana dikuatkan oleh   kalimat selanjutnya:  اَلَمۡ یُؤۡخَذۡ عَلَیۡہِمۡ مِّیۡثَاقُ الۡکِتٰبِ اَنۡ لَّا یَقُوۡلُوۡا عَلَی اللّٰہِ  اِلَّا الۡحَقَّ وَ دَرَسُوۡا مَا فِیۡہِ    -- “Bukankah telah diambil perjanjian dari mereka dalam Kitab bahwa mereka tidak akan mengatakan sesuatu terhadap Allah kecuali yang haq, dan  mereka telah mempelajari  apa yang tercantum di dalamnya?“  Darasa berarti: (1) ia  membaca atau menelaah buku; (2) ia meniadakan, menghapuskan atau melenyapkan sesuatu (Lexicon Lane).

Bukti-bukti Kebenaran Pendakwaan Masih Mau’ud a.s.

 Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda: “Sekarang saya jelaskan beberapa keketangan tentang kebenaran pendakwaan  saya di hadapan sidang pendengar semuanya dan kemudian pidato ini akan diakhiri.
        Wahai  para pendengar yang mulia, semoga Allah Swt. membukakan dada Tuan-tuan untuk menerima haq (kebenaran) dan memberi ilham kepada Tuan-tuan untuk memahami haq (kebenaran). Seharusnya Tuan-tuan mengetahui bahwa setiap nabi, rasul dan utusan Ilahi  yang datang untuk melakukan ishlah (perbaikan) manusia, walau pun menurut akal kita harus taat kepadanya – kalau apa yang dikatakannya itu benar belaka dan tidak ada kedustaan atau tipuan sedikit pun – karena akal yang sehat tidak  memerlukan suatu mukjizat untuk menerima apa yang terbukti benar.
       Tetapi fitrat manusia mempunyai satu kekuatan waham (keraguan) juga, karena itu walau pun suatu perkara memang benar dan betul tetapi dalam batin manusia akan timbul waham (keraguan)  bahwa orang yang menceritakan itu mungkin mempunyai suatu kepentingan diri, atau jangan-jangan ia tertipu atau ia hendak menipu. Malah kadang-kadang karena orang yang menceritakan itu adalah orang yang biasa saja maka perkataannya tidak diperhatikan dan ia dianggap hina dan rendah.
     Ada kalanya dorongan dan kehendak  nafs Ammarah begitu keras, sehingga meski pun apa yang difimankan itu telah dimengerti dan telah diketahui kebenarannya tetapi tidak memdapat kekuatan (taufik) untuk mengerjakan hal itu, atau   karena kelemahan fitrat tak dapat mengerjakan.  Karena itu hikmah Ilahi menetapkan bahwa orang-orang istimewa (makhsus) yang diutus oleh-Nya beserta mereka dikirim pula   tanda-anda sebagai pertolongan Ilahi.
         Tanda-tanda itu kadang-kadang sebagai  pertolongan Ilahi, dan tanda-tanda itu kadang-kadang menyerupai rahmat dan kadang-kadang sebagai azab juga, karena tanda-tanda itulah orang-orang yang diutus oleh-Nya dinamakan bashīr (yang membawa kabar gembira) dan nadzīr ( yang membawa peringatan).

Orang-orang Beriman dan Tanda-tanda Rahmat

      Tetapi dari tanda-tanda rahmat hanya orang-orang mukmin yang akan mendapat kebahagiaan,  yang tidak takabbur di hadapan perintah Ilahi dan tidak menghina terhadap orang-orang yang diutus-Nya, malah mengenali mereka menurut firasat yang Allah berikan kepada mereka. Mereka berpegang pada jalan takwa dengan kuat dan tidak keras kepala, begitu juga mereka tidak mengasingkan diri dari masyarakat karena keduniaan dan takabbur serta tidak mendapat kemuliaan  secara menipu.
    Bahkan apabila mereka menyaksikan bahwa menurut sunnah nabi-nabi-Nya seseorang telah bangkit pada waktunya yang tepat untuk memanggil manusia kepada Allah Swt. dan ada jalan untuk mempercayai kebenarannya. Lagi pula pertolongan Ilahi, takwa  dan amanat terdapat dalam diri orang itu, dan menurut ketetapan tidak ada perbuatan dan perkataan nabi-nabi Allah yang dapat dicela lalu mereka menerima dan beriman kepada orang itu.
        Begitu juga ada sebagian orang yang baik dan patuh batinnya, mereka dengan hanya melihat air muka (wajah) saja dapat mengetahui bahwa wajah orang itu bukan orang pembohong dan penipu. Maka orang-orang yang semacam inilah yang mendapat tanda-tanda rahmat Ilahi,  dan karena pergaulan dengan orang yang suci dan shalih itu dengan segera mereka mendapat kekuatan iman dan pengalaman tentang perubahan sejati untuk menyaksikan tanda-tanda yang baru itu.
      Hikmah-hikmah, rahasia-rahasia, pertolongan-pertolongan, bantuan-bantuan dan ilmu-ilmu gaib semuanya menjadi tanda-tanda Ilahi bagi mereka. Karena kecerdasan dan kehalusan otak mereka dapat mengenal tanda-tanda Ilahi yang sedalam-dalamnya, dengan merasakan pertolongan Ilahi yang sangat  halus dan istimewa terhadap utusan-Nya.

Dua Tanda Langit: Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari

      Sebaliknya dari itu, ada lagi orang-orang lain yang tidak memperoleh kebahagiaan dari tanda-tanda rahmat sedikit pun. Sebagaimana kaum Nabi Nuh a.s. tidak mendapat kebahagiaan dari suatu mukjizat lain, melainkan hanya dari mukjizat taufan banjir yang menenggelamkan mereka. Kaum Nabi Luth a.s. pun tidak mengambil faedah dari suatu mukjizat, melainkan dari mukjizat hujan batu dan gempa bumi yang membinasakan negeri mereka.
     Begitu juga Allah Swt. mengutus  saya pada zaman sekarang, dan saya menyaksikan bahwa kebanyakan orang zaman sekarang mempunyai tabiat dan kelakuan seperti kaum Nabi Nuh a.s..  Beberapa tahun yang lalu Allah Swt. memperlihatkan dua tanda di atas langit tentang kebenaran saya, dan menurut riwayat seorang keturunan Nabi Muhammad saw. hal itu sebagai kabar gaib yang telah diberitahukan terlebih dulu oleh beliau saw.,  bahwa apabila Imam Akhir Zaman akan datang di dunia ini akan tampak dua tanda baginya yang tidak pernah diperlihatkan bagi orang lain. Yakni pada waktu itu dalam bulan Ramadhan bulan akan gerhana pada tanggal pertama dari tanggal-tanggal gerhana bulan, dan dalam bulan Ramadhan itu juga matahari pun akan gerhana pada tanggal yang tengah pada tanggal-tanggal gerhana matahari.
      Kabar gaib ini disetujui oleh orang-orang Ahli Sunnah dan Syi’ah semua,  dengan keterangan sejak adanya dunia ini tidak pernah kejadian kedua gerhana itu pada tanggal-tanggal tersebut dalam zaman ketika seseorang mendakwakan diri sebagai utusan dan imam yang diutus Allah Swt.. yakni tanda ini dimakhsuskan (diistimewakan) untuk Imam Akhir Zaman dan hanya akan terjadi pada pada zaman beliau itu. Kabar-kabar gaib ini tercantum pula dalam kitab-kitab yang telah dicetak seribu tahun sebelum sekarang.
      Kabar gaib tersebut menjadi sempurna pada waktu pendakwaan saya sebagai Imam Mahdi, tetapi tidak ada yang  menerimanya. Tidak ada seorang pun yang baiat kepada saya karena menyaksikan genapnya kabar gaib yang agung ini, melainkan mereka telah mencaci-maki dan memperolok-olok saya serta  menamakan saja dajjal, kafir dan kadzdzab (pendusta).
      Mereka berlaku begitu karena kabar gaib ini bukanlah sebagai azab (siksaan) melainkan suatu tanda rahmat Ilahi untuk  memberitahukan lebih dulu kepada  manusia, tetapi orang tidak mengambil manfaat dari tanda itu dan tidak memberikan perhatian kepada saya sedikit pun seolah-olah tanda itu tidak berarti  dan hanyalah suatu kabar gaib yang sia-sia saja.
      Kemudian apabila orang-orang yang menolak itu telah melampaui batas   dalam perlawanannya barulah Allah Swt. memperlihatkan satu tanda azab di muka bumi ini sebagaimana telah disebutkan dalam kitab nabi-nabi terdahulu. Tanda azab itu adalah wabah penyakit tha’un (pes) yang beberapa tahun lagi akan membinasakan penduduk negeri ini,  dan tidak akan dapat dilenyapkan oleh usaha dan ikhtiar manusia.
      Kabar tentang tha’un  itu dengan perkataan yang terang telah difirmankan Allah Swt. dalam Al-Quran begini:
وَ اِنۡ مِّنۡ قَرۡیَۃٍ  اِلَّا نَحۡنُ  مُہۡلِکُوۡہَا قَبۡلَ یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ  اَوۡ مُعَذِّبُوۡہَا عَذَابًا شَدِیۡدًا
(dan tiada satu pun dari negeri-negeri melainkan  Kami membinasakannya  sebelum Hari Kiamat atau  akan memberi siksaan kepadanya siksaan yang pedih – QS.17:59). Yakni sedikit waktu sebelum Kiamat akan datang suatu wabah yang sangat dahsyat yang akan membinasakan kampung-kampung sama sekali dan sebagian lagi setelah menderita yang keras akan diselamatkan.
      Begitu pula dalam suatu ayat lain Allah Swt. berfirman yang maksudnya “Bahwa apabila Kiamat telah dekat Kami akan mengeluarkan suatu kuman dari bumi yang akan menggigit orang-orang karena mereka tidak mempercayai Tanda-tanda Kami.”[1] Kedua-dua ayat tersebut dalam Al-Quran dan dengan jelas memberi kabargaib tentang tha’un (pers) karena tha’un pun semacam kuman juga.
        Walau pun tabib-tabib yang dahulu tidak mengetahui mengenai kuman penyakit tersebut tetapi Allah Swt. yang bersifat ‘Alimul-ghaib – Maha Mengetahui yang gaib” mengetahui pula bahwa bibit tha’un adalah semacam kuman yang keluar dari bumi karena itu Dia menamakannya “dabbatul-ardhi”  yakni “kuman-kuman bumi”.

Baiat Setelah Menyaksikan Tanda Azab

        Pendek kata, apabila di daerah Punjab telah timbul pula suatu kegoncangan hebat dalam seluruh negeri ini  barulah sebagian orang-orang sadar dan dalam sedikit waktu saja hampir 200.000 orang telah baiat kepada saya, sehingga sekarang pun dengan pesat orang-orang lagi baiat kepada kami karena serangan tha’un pun belum juga berhenti. Penyakit tha’un adalah sebagai tanda Ilahi  yang mungkin tidak akan lenyap dari negeri ini sebelum orang-orang mengadakan perubahan dalam dirinya.
       Boleh dikatakan orang-orang zaman sekarang sangat menyerupai orang-orang pada zaman Nabi Nuh a.s. yakni tidak ada yang beriman dengan tanda-tanda rahmat Ilahi, tetapi dengan melihat tanda-tanda azab beribu-ribu orang telah baiat. Nabi-nabi terdahulu pun telah menceritakan tentang tanda tha’un ini, dan dalam Injil pun disebutkan, namun dalam zaman Masih Mau’ud  akan ada suatu wabah yang membinasakan dan peperangan-peperangan juga, yang semuanya itu sekarang lagi terjadi.
        Oleh karena itu hai orang-orang Islam  taubatlah. Kalian menyaksikan setiap tahun handai- taulan dan keluarga yang dicoinai kalian dipisahkan dari kalian oleh tha’un ini. Tunduklah kepada Allah Swt. supaya Dia pun condong kepada kalian. Sekarang pun belum dapat  ditentukan untuk berapa lama tha’un akan merajalela dan apa yang akan terjadi di kemudian hari.
      Seseorang yang hendak mencari haq (kebenaran) jika masih punya keraguan mengenai pendakwaan saya kemudian dengan mudah keraguan itu dapat dibersihkan. Sesungguhnya kebenaran tiap-tiap nabi  akan dapat diketahui dengan  tiga jalan berikut ini:
       Pertama, dengan akal manusia yang sehat. Yakni pada waktu kedatangan rasul dan nabi itu harus diperlihatkan apakah akal yang sehat membenarkan perlunya kedatangan seorang nabi pada waktu itu atau tidak? Dan apakah keadaan manusia pada waktu itu membutuhkan seorang mushlih (pembaharu) atau tidak?
     Kedua, dengan kabar gaib dari nabi-nabi yang dahulu yakni harus diperhatikan apakah seorang   telah memberikan kabar gaib tentang nabi itu  atau   tentang kedatangan seorang nabi dalam zaman itu atau tidak?
        Ketiga, dengan pertolongan dan bantuan  Ilahi, yakni harus diperhatikan apakah pertolongan-pertolongan dan bantuan Ilahi ada berserta nabi itu atau tidak?
     Demikianlah tiga alamat (tanda/jalan) yang telah diterapkan dari dahulu kala untuk mengenal  seorang  utusan-Nya yang benar itu.
     Wahai  Tuan-tuan sekalian, Allah Swt. karena kasihan kepada Tuan-tuan telah mengumpulkan ketiga tanda tersebut tentang kebenartan saya pada satu tempat juga, sekarang terserah kepada  Tuan-tuan untuk menolak atau menerimanya. 
         Kalau diperhatikan menurut akal, kemudian akal yang sehat berteriak-teriak minta dengan sangat bahwa orang-orang Islam dalam waktu sekarang sangat membutuhkan  seorang Mushlih Ilahi. Keadaan lahir dan batin kedua-duanya telah sangat berbahaya, orang-orang Islam  seolah-olah berdiri di tepi suatu jurang yang dalam atau terkurung dalam suatu taufan yang hebat.
        Kalau diselidiki menurut kabar-kabar gaib yang dahulu maka terbukti bahwa Nabi Daniel pun telah memberi kabar gaib tentang saya dan tentang zaman saya yang sekarang ini. Apalagi Nabi Muhmmad saw. telah bersabda pula bahwa Masih Mau’ud akan lahir dalam umat ini juga, kalau ada yang belum mengetahui bolehlah ia menyaksikan dalam Kitab-kita Hadits Bukhari dan Muslim, dan  boleh mempelajari pula kabar-kabar gaib tentang kedatangan seorang mujaddid dalam permulaan tiap-tiap abad.

Genapnya Nubuatan Dalam Buku “Barāhin-i Ahmadiyyah

      Apabila  hendak mencari pertolongan dan bantuan Ilahi mengenai saya   haruslah diperhatikan bahwa hingga kini beribu-ribu tanda telah tampak jua. Dari antara tanda-tanda tersebut adalah satu tanda yang 20 tahun lebih dulu telah ditulis dalam kitab “Barāhin-i Ahmadiyyah” tatkala belum ada seorang pun  yang baiat kepada saya dari tempat yang jauh.
    Tanda itu adalah satu wahyu dari Allah Swt. yang bunyinya: “Ya-tika min kulli fajjin ‘amīq, ya-tuna min kulli fajjin ‘amīq”  --   yakni “akan datang kepada engkau hadiah-hadiah dari tempat yang jauh” dan “akan datang kepada engkau orang-orang yang banyak dari tempat-tempat yang jauh.”
     Allah Swt. berfirman lagi: “Wa lā  tusair likhalqillāh, wa lā   tas’am minan- nās”  yakni “Begitu banyak makhluk akan datang kepada engkau dan engkau akan heran melihat banyaknya orang-orang, maka hendaknya engkau jangan berlaku keras terhadap mereka dan jangan bosan karena kunjungan mereka.”
     Karena itu wahai orang-orang yang kucintai, walau pun  Tuan-tuan belum mengetahui berapa banyaknya orang-orang yang datang ke Qadian untuk berjumpa dengan saya, dan betapa terang sempurna kabar gaib itu, tetapi dalam kota (Sialkote) ini pun telah Tuan-tuan telah menyaksikan bahwa  atas kedatangan saya beribu-ribu manusia telah berkumpul di stasion  kereta api di sini hanya untuk melihat saya, beratas-ratus orang laki-laki dan perempuan telah baiat kepada saya dalam kota ini.
      Saya dulu sekitar 7 tahun lamanya tinggal di kota ini dalam zaman 7 atau 8 tahun sebelum kitab “Barāhin-i Ahmadiyyah”, ketika tidak ada yang mengenal atau mengetahui keadaan  saya. Hendaknya  harus diperhatikan, bahwa 24 tahun sebelum keadaan sekarang tatkala belum ada yang mengetahui tentang saya dalam kitab  “Barāhin-i Ahmadiyyah”  telah disebutkan kabar-gaib tentang kemajuan saya.
    Sebagaimana telah saya jelasklan bahwa  tidak lama  sebelum “Barāhin-i Ahmadiyyah”  dikarang saya pernah tinggal di kota ini (Sialkote) hampir 7 tahun lamanya tetapi di antara Tuan-tuan jarang sekali yang mengenal saya, karena saya pada waktu itu tidak terkenal  hanya sebagai seseorang saja di antara orang banyak dengan tidak mempunyai  suatu kehormatan atau ketinggian dalam pandangan umum.
     Tetapi zaman itu sangat manis bagi saya, menyendiri di tengah-tengah khalayak ramai, sebatangkara di antara manusia yang, saya tinggal di kota pada waktu itu seperti tinggal di hutan yang sunyi senyap.  Saya mencintai kota ini seperti kepada Qadian, karena dalam zaman permulaan saya saya pernah tinggal lama di kota ini dan sudah banyak berjalan-jalan di kampung-kampung dalam kota ini.
       Sejak zaman itu saya mempunyai seorang sahabat yang mukhlis dalam kota ini, seorang  bernama Hakim Hisamuddin Sahib, yang pada waktu itu pun sangat cinta kepada saya, beliau dapat memberi kesaksian bagaimana keadaan  saya pada waktu itu yang tidak masyhur sama sekali.
         Sekarang saya bertanya kepada Tuan-tuan,  dapatkan seorang pendusta memberi kabar-gaib yang begitu agung dalam zaman ketika ia tidak terkenal sama sekali bahwa di kemudian hari ia akan memperoleh kemuliaan dan  kemajuan sedemikian rupa hingga beratus ribu manusia akan menjadi murid-muridnya dan orang-orang   berduyun-duyun akan baiat kepadanya, perlawanan yang sangat hebat dari musuh-musuhnya tidak akan dapat menghalangi perhatian manusia kepadanya, bahkan begitu banyak orang-orang akan datang kepadanya hingga ia merasa letih dan payah?
     Apakah manusia berkuasa memberi kabar gaib semacam itu? Apakah seorang pendusta dan penipu dalam keadaan yang sangat lemah dan sendirian 24 tahun sebelumnya dapat memberi kabar gaib bahwa di kemudian hari ia akan memperoleh kemenangan dan perhatian manusia yang begitu agung?
       Kabar gaib tersebut telah dicantumkan dalam buku  “Barāhin-i Ahmadiyyah”  yang telah tersiar di seluruh negeri ini, banyak orang-orang  Islam, Kristen dan Ariya, begitu juga pemerintah memiliki kitab itu. Kalau masih ada yang merasa ragu-ragu tentang kebenaran tanda yang amat agung ini maka dia harus mengemukakan contohnya yang lain dalam dunia ini. Selain dari kabar gaib tersebut banyak hal lagi tanda-tanda lain yang telah diketahui oleh penduduk negeri ini semuanya.

Mencela Beberapa Nubuatan yang Dianggap Tidak Sempurna Kejadiannya

      Sebagian orang yang tidak faham dan tidak mau menerima kebenaran, mereka tidak mau mengambil faedah dari tanda yang telah terbukti-nyata juga. Mereka hanya mengemukakan pencelaan-pencelaan yang siapa-sia belaka untuk menjauhkan diri dari kebenaran. Dengan mencela kepada satu-dua kabar gaib mereka hendak menutupi kebenaran beribu-ribu kabar gaib dan tanda-tanda yang sangat terang.
     Sayang, waktu berbicara bohong mereka sedikit pun tidak takut kepada Allah Swt., dan waktu berdusta mereka sedikit pun tidak ingat pada pembalasan Hari Kemudian. Saya tidak perlu menjelaskan kedustaan mereka di hadapan para pendengar sekalian.
       Sekiranya  mereka mempunyai takwa dan sedikit saja ketakutan kepada  Allah Swt. mereka tidak akan tergesa-gesa dalam mendustakan tanda-tanda-Nya. Seandainya ada suatu tanda yang tidak mereka fahami, kemudian dengan  jalan kesopanan dan kemanusiaan mereka dapat menanyakan hakikatnya kepada saya.
      Celaan besar yang dikemukakan mereka ialah bahwa Atham tidak mati dalam tempo yang telah ditentukan dalam kabar gaib itu, dan walau pun Ahmad Beg meninggal menurut kabar gaib  tetapi menantunya yang termasuk dalam kabar gaib itu tidak mati.
         Demikianlah keadaan takwa mereka  bahwa beribu-ribu tanda yang telah terbukti kebenarannya tidak diceritakan sama sekali, tetapI satu-dua kabar gaib yang belum difahami mereka berulang-ulang dicela dan diceritakan pada tiap-tiap tempat.
          Kalau mereka takut kepada  Allah Swt. niscaya mereka akan mengambil manfaat dari  tanda-tanda dan kabar-kabar gaib yang telah terbuti kebenarannya. Orang-orang yang setia dan jujur tidak suka memalingkan diri dari mukjizat yang terang benderang dan hanya mencela beberapa hal yang belum  mereka fahami.
         Dengan jalan yang mereka gunakan akan terbukalah  pintu untuk mencela   semua nabi-Nya dan akhirnya orang-orang macam itu akan menolak semua  nabi-Nya. Umpamanya tidak ada suatu keraguan tentang kebenaran mukjizat-mukjizat Nabi Isa a.s.,  tetapi seorang yang melawan beliau dapat mengatakan bahwa beberapa kabar gaib dari nabi Isa a.s. adalah dusta dan bohong.

Beberapa Kekeliruan Ijtihad  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Menjadi “Batu Sandungan

       Sebagaimana orang-orang Yahudi sampai sekarang mengatakan bahwa tidak ada satu pun kabar gaib dari Nabi Isa a.s. yang menjadi sempurna (genap). Nabi Isa a.s. bersabda bahwa 12 hawariyyin itu akan duduk di atas 12 tahta dalam surga, tetapi dari 12 hawari itu hanya tinggal 11 hawari saja karena satu  murtad.
        Nabi Isa  a.s. mengatakan bahwa sebelum meninggalkan  orang-orang zaman itu beliau a.s. akan datang lagi ke dunia ini, padahal bukan hanya orang-orang pada zaman itu saja bahkan sekali pun orang-orang yang dalam 18 abad yang lalu telah meninggal dunia tetapi Nabi Isa a.s.  belum datang juga.
       Dalam zaman itu pun telah terbukti kedustaan dari kabar gaib Nabi Isa a.s., beliau a.s. mengatakan diri sebagai raja orang-orang Yahudi, tetapi beliau a.s. tidak memperoleh  suatu kerajaan pun. Pencelaan-pencelaan semacam itu banyak lagi yang dikemukakan orang-orang Yahudi.
      Begitu juga di zaman sekarang sebagian orang-orang yang kotor batinnya dengan mencela beberapa kabar gaib Nabi Muhammad  saw. suka menolak semua kabar gaib   beliau saw. dan ada juga yang mengemukakan kejadian di Hudaibiyah sebagai pencelaan.
      Kalau pencelaan semacam itu dapat diterima, lalu apakah yang harus saya sesalkan kepada mereka? Tetapi hanya ditakutkan kalau-kalau mereka dengan jalan demikian lambat-laun akan keluar dari  agama Islam. Demikian pula kabar-kabar gaib dari saya pun seperti  kabar-kabar gaib nabi-nabi lainnya ada beberapa  bagian dari ijtihad (pendapat).
    Haruslah diketahui bahwa dalam  keberangkatan Nabi Muhammad saw. ke Hudaybiyah adalah bagian dari ijtihad maka beliau saw. berangkat juga hanya saja ijtihad tersebut tidak terbukti   benar. Sebenarnya keagungan, kegagahan dan kehormatan seorang nabi sedikit pun tidak akan ternoda dengan kadang-kadang terjadinya suatu kesamaran atau kesalahan dalam ijtihad nabi itu. Kalau ada yang mengatakan bahwa kejadian semacam itu akan menjauhkan keamanan dan ketentraman batin, jawabannya adalah bahwa bagian dari “kebanyakan yang benar” akan menjaga keamanan dan ketentraman batin itu.

Nubuatan Ancaman   Dapat Ditangguhkan atau Dibatalkan

      Wahyu-wahyu dari para nabi Allah kadang-kadang sebagai suatu kabar “wa’īd” (ancaman) yang singkat saja dan tidak terinci, tidak dijelaskan, dan kadang-kadang tentang suatu perkara wahyu  adalah banyak dan jelas juga. Maka tentang  wahyu yang singkat tersebut terjadi kesalahan ijtihad,  tetapi kemudian hal-hal yang bayyinat (jelas) dan muhkamat (terang dan pasti) tidak akan tercemar karena itu.
       Saya tidak dapat menolak  kalau  kadang-kadang wahyu kami pun adalah seperti suatu kabar “wa’īd” (ancaman) yang singkat saja, lalu dalam memahaminya timbullah suatu kesalahan ijtihad, dan semua nabi pun mempunyai (mengalami) keadaan semacam itu. La’natullāh ‘alal kādzdzibīn (laknat Allah atas orang-orang yang berdusta).
       Lagi pula harus diperhatikan, bahwa kabar-kabar gaib yang mengandung wa’iid (ancaman) tidak mesti  Allah Swt. benar-benar menjadikan. Contohnya adalah kabar gaib dari Nabi Yunus a.s.. Semua nabi sepakat bahwa kehendak Ilahi yang menyerupai wa’īd (ancaman) dapat ditangguhkan dengan doa dan sedekah, maka kalau kabar gaib yang mengandung “wa’īd” (ancaman) tidak dapat ditunda lagi maka doa dan sedekah tidak ada hasilnya.
      Sekarang kami akhiri pidato ini dengan ucapan syukur kepada Allah Swt.  yang telah memberi taufik kepada kami yang dha’if (lemah) dan sakit ini untuk mengarang pidato ini. Kami berdoa kepada hadhirat Ilahi agar pidato ini menyebabkan hidayah (petunjuk) bagi orang banyak.
       Sebagaimana dalam rapat  (pertemuan) yang zahir ini kelihatan persatuan, demikian juga semoga    hati sanubari semua orang menjadi rapat dan bersatu dengan  cinta   mencintai dalam silsilah  petunjuk Ilahi itu, dan dari tiap-tiap penjuru mulai bertiup angin hidayah (petunjuk) juga. Mata manusia tidak dapat melihat kalau tidak ada cahaya dari langit, maka semoga Allah Swt. menurunkan caraya ruhani dari langit supaya mata dapat melihat, dan mengadakan udara (hawa) dari gaib supaya telinga dapat mendengar.
      Siapakah yang dapat datang kepada kami?  Tidak lain melainkan orang yang ditarik oleh Allah Swt. kepada kami.   Banyak yang lagi ditarik oleh-Nya dan akan ditarik terus menerus serta banyak palang pintu yang akan dipecahkan oleh-Nya.

 Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Telah Wafat

    Wafat Nabi Isa a.s. merupakan akar dari pendakwaan kami dan akar itu akan disiram oleh Allah Swt. dengan tangan-Nya dan Rasul memeliharanya. Allah Swt. dengan kalam-Nya dan Rasulullah saw. dengan amalnya – yakni dengan penglihatan mata kepada beliau saw. sendiri – telah memberi kesaksian bahwa Nabi Isa a.s. telah wafat.
     Waktu malam  dalam mikraj beliau saw. melihat  Nabi isa a.s. di antara ruh-ruh nabi-nabi lainnya yang telah wafat. Akan tetapi sayang ada juga orang-orang yang menganggap bahwa Nabi Isa a.s. masih hidup serta memberi sifat-sifat yang begitu  istimewa kepada Nabi Isa a.s. yang tidak diberikan kepada seorang nabi yang lain.
    Perkara-perkara inilah yang oleh orang-orang Kristen dipakai alasan untuk menguatkan Ketuhanan Nabi Isa a.s., dan banyak orang yang lemah imannya terpeleset mendapat cobaan  akibat  itikad-itikad semacam  itu. Kami menyaksikan bahwasanya  Allah Swt. telah memberi kabar kepada kami bahwa Nabi Isa a.s. telah wafat.
      Sekarang kepercayaan bahwa Nabi Isa a.s. masih hidup hanya akan merusak agama saja dan khayal itu akan tersia-sia  saja. Sesungguhnya ljma’  (kesepakatan pendapat) yang pertama dalam  agama Islam ialah semua nabi yang  dahulu tiada seorang nabi pun yang masih hidup, yang dinyatakan oleh ayat Al-Quran:\
وَ مَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوۡلٌ ۚ قَدۡ خَلَتۡ مِنۡ قَبۡلِہِ الرُّسُلُ
(Dan tidaklah Muhammad melainkan seorang rasul yang semua rasul-rasul sebelumnya telah wafat – QS.3:145).
     Semoga Allah Swt. memberi ganjaran yang berlipat-ganda kepada Hadhrat Abubakar rta. Yang mengadakan ijma’  (kesepakatan pendapat) ini dan membacakan ayat tersebut denga naik di atas mimbar.
      Akhirnya kami ucapkan terimakasih yang seikhlas-ikhlasnya kepada pemerintah Inggris ini yang dengan kemurahan hati telah memberikan kemerdekaan agama kepada kita  sehingga kami dapat menyampaikan  ilmu-ilmu agama yang sangat penting kepada sesama manusia. Inilah suatu nikmat yang lebih berharga daripada harta benda dunia ini karena harta dunia akan fana (lenyap) tetapi harta ruhani ini tidak akan fana (lenyap).
       Kami menasihatkan pula kepada Jemaat kami bahwa mereka harus menghargai  pemerintah  dengan sebenarnya yang memberikan kemerdekaan agama,  karena orang yang tidak  berterima kasih kepada manusia ia tidak bersyukur kepada Allah Swt. juga, maka manusia yang baik ialah yang bersyukur kepada Allah Swt. dan juga berterimakasih kepada manusia yang menjadi perantara baginya untuk memperoleh suatu nikmat Ilahi itu.

Wassalam ‘alaa manit-taba’al-huda

MIRZA GHULAM AHMAD QADIANI
1 Nopember 1904, Sialkote


TAMAT

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

oo0oo
Pajajaran Anyar, 20   Maret  2017









[1]) “Dan apabila keputusan-Ku telah jatuh  atas mereka,  Kami akan mengeluarkan bagi mereka binatang   dari bumi yang akan melukai mereka, sesungguhnya manusia tidak yakin atas Tanda-tanda Kami.” (QS.27:83).


Senin, 20 Maret 2017

Ketidak-berdayaan "Tuhan-tuhan" Rekaan "Imajinasi" Manusia & Tiga Cara Melakukan "Tadzkiyah Nafs" (Pensucian Jiwa) dan Dua Macam "Minuman Surgawi"


Bismillaahirrahmaanirrahiim

  ISLAM
Pidato  Mirza Ghulam Ahmad a.s.
Tgl. 2 November 1904 di Kota Sialkote – Hindustan

Bab  42

KETIDAK-BERDAYAAN “TUHAN-TUHAN” REKAAN IMAJINASI MANUSIA &   TIGA CARA MELAKUKAN “TADZKIYAH NAFS” (PENSUCIAN JIWA)” DAN DUA MACAM “MINUMAN SURGAWI”   

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab  sebelumnya telah dijelaskan  topik Menjadi  Atheisme. Sehubungan topik tersebut Masih Mau’ud a.s. selanjutnya menjelaskan  kekeliruan  kepercayaan kaum Ariya:
    “Ada lagi satu kerusakan yang sangat besar dalam itikad ini bahwa  tiap-tiap dzarrah (molekul) terjadi dengan sendirinya dan juga tidak akan hancur, yakni tiap-tiap dzarrah dianggap sebagai sekutu Allah.   Orang-orang yang menyembah berhala mereka anggap hanya beberapa berhala saja sebagai sekutu Allah, tetapi menurut itikad Ariya segenap dunia menjadi (merupakan) syirik (sekutu) Allah Swt. karena tiap-tiap dzarrah adalah Tuhan bagi dirinya.
    Allah Swt. mengetahui  -- saya mengatakan  hal-hal ini bukan karena  benci atau bermusuhan  -- bahkan saya yakin dengan  sebenarnya bahwa asal pelajaran Weda tentu tidak begitu. Saya mengetahui pula hanya orang-orang ahli filsafat menurut kehendak sendiri telah membikin  itikad semacam itu dan kebanyakan dari mereka pada akhirnya menjadi dahriyah (atheis). Saya takut kalau orang-orang Ariya tidak mau berhenti dari itikad  yang salah tersebut nanti akibatnya mereka akan buruk seperti mereka juga.
       Dalam itikad ini terutama bagian penitisanlah (re-inkarnasi) yang sangat menodai Sifat Pengasih dan fadhal (karunia) Allah. Apabila perhatikan dalam setiap jengkal tanah terdapat berjuta-juta semut, dalam setitik air terdapat berlaksa-laksa  kuman, dan semua sungai,  lautan dan hutan-hutan pun penuh dengan bermacam-macam binatang besar dan kecil yang tidak dapat dihitung banyaknya, sehingga bilangan (jumlah) seluruh manusia tidak dapat dibandingkan sedikit pun dengan banyaknya binatang-binatang tersebut.
      Jadi, kalau dianggap untuk sementara bahwa masalah penitisan (re-inkarenasi) itu betul adanya, lalu apakah yang sampai sekarang telah dibikin (diperbuat)  Tuhan? Dan berapa banyak yang telah diberi najat (keselamatan)? Dan apakah yang dapat  diharap kemudian hari?
    Tambahan pula peraturan ini tidak dapat difahami yakni  orang yang diberi hukuman tidak diberitahukan apa kesalahannya atau dosanya. Satu hal yang lebih menyusahkan lagi ialah bahwa “mukti” (najat/keselamatan) itu tergantung kepada “giyan” (ilmu makrifat) sedangkan “giyan” itu senantiasa hilang dengan meninggalnya orang itu.
     Tidak ada seorang  yang bagaimana  pun ‘alim (berilmu)  kependetaannya dan dalam penitisan hidup  sebagai apa saja yang lahir di dunia ini, ia   dapat  ingat sedikit pelajaran Weda, maka  hal ini  menyatakan bahwa orang tidak mungkin memperoleh najat (keselamatan) dengan perantaraan penitisan hidup yang berulang-ulang (re-inkarnasi).
    Begitu juga orang-orang laki-laki dan perempuan yang lahir di dunia ini menurut peraturan penitisan, mereka tidak disertai suatu daftar yang menyatakan pertalian kekeluargaan mereka, supaya jangan sampai orang keliru menikah dengan seorang gadis yang dalam hidupnya dahulu pernah berstatus saudara atau ibu terhadapnya.

Keburukan   Niyog  & Gambaran Keliru Mengenai Kesempurnaan Sifat-sifat Tuhan

    Disini kami terus terang menasihatkan kepada orang-orang Ariya supaya mereka secepat mungkin membuang  masalah niyog.  Batin manusia sekali-kali tidak akan mau menerima supaya seorang istri sejati yang mempunyai segala perhubungan yang sewajarnya dengan suaminya serta yang dihormati dan dicintai olehnya, tetapi demi untuk mendapatkan keturunan akan bersetubuh dengan laki-laki lain. Kami tak ingin menulis dengan panjang lebar tentang peristiwa ini dan hanya menyerahkan kepada keputusan conscience (batin sejati) dari tiap-tiap orang yang baik.
    Orang-orang Ariya yang  mempunyai kepercayaan macam itu sedang berusaha membujuk orang-orang Islam masuk ke dalam agama Ariya, maka kami katakan bahwa tiap-tiap yang berakal akan mau menerima kebenaran, tetapi pendirian (itikad) agama Ariya ini tidak benar.
     Allah Swt. memperlihatkan Diri-Nya dengan perantaraan Sifat-sifat  dan kekuasaan yang amat agung, tetapi kalau Dia tidak mempunyai sifat Khaliq (menciptakan) dan   kesempurnaan yang lainnya  lalu bagaimana  Dia dapat dikatakan  (disebut) Tuhan?
   Manusia dapat mengenal Allah dengan perantaraan Sifat-sifat dan kekuasaan-kekuasaan-Nya, tetapi kalau Dia tidak memiliki suatu kekuasaan serta  seperti manusia butuh  kepada bahan-bahan dan perkakas  maka  pintu untuk mengenal-Nya akan tertutup pula.
    Allah Swt.  patut disembah karena terbukti ada  pemberian-Nya dan kemurahan-Nya, tetapi kalau Dia tidak menciptakan ruh-ruh dan Dia tidak mempunyai sifat-sifat untuk memberikan karunia dan kemurahan kepada orang-orang yang bekerja atau usaha untuk itu,   lalu untuk apa Tuhan semacam itu harus disembah
    Menurut penyelidikan Kami, orang-orang Ariya tidak dapat  mengemukakan suatu contoh yang baik dari agamanya. Mereka menganggap Tuhan begitu lemah dan pendendam, bahwa setelah Dia menghukum yang begitu banyak pun tetapi Dia tidak memberi najat  (keselamatan) yang kekal, dan kemurkaan-Nya tidak  ada habis-habisnya juga.
      Mereka pun menodai  kebudayaan bangsa dengan niyog yang mencemarkan pula martabat kaum  perempuan yang lemah itu, dan demikianlah mereka telah merusak hak-hak Allah serta hak-hak manusia kedua-duanya, karena dengan membatasi kekuasaan Tuhan menurut mereka sangat  dekat kepada  dahriat (atheisme), dan karena masalah niyog  maka  menurut kebudayaan mereka menyerupai suatu bangsa yang tidak patut diceritakan.”

Ketidak-berdayaan “Tuhan-tuhan” Rekaan Imajinasi Manusia

       Penjelasan Mirza Ghulam Ahmad a.s.  – dalam kapasitas beliau sebagai kedatangan kedua kali Krisyna a.s.   – berkenaan kekeliruan beberapa kepercayaan golongan Ariya tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. berikut ini:
لَہٗ  دَعۡوَۃُ   الۡحَقِّ ؕ وَ الَّذِیۡنَ  یَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِہٖ لَا یَسۡتَجِیۡبُوۡنَ لَہُمۡ بِشَیۡءٍ  اِلَّا کَبَاسِطِ کَفَّیۡہِ  اِلَی الۡمَآءِ لِیَبۡلُغَ فَاہُ وَ مَا ہُوَ بِبَالِغِہٖ ؕ وَ مَا دُعَآءُ الۡکٰفِرِیۡنَ  اِلَّا  فِیۡ  ضَلٰلٍ ﴿﴾ وَ لِلّٰہِ یَسۡجُدُ مَنۡ فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ طَوۡعًا وَّ کَرۡہًا وَّ ظِلٰلُہُمۡ بِالۡغُدُوِّ  وَ الۡاٰصَالِ  ﴿ٛ﴾   قُلۡ مَنۡ رَّبُّ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ قُلِ اللّٰہُ ؕ قُلۡ  اَفَاتَّخَذۡتُمۡ  مِّنۡ  دُوۡنِہٖۤ  اَوۡلِیَآءَ  لَا یَمۡلِکُوۡنَ لِاَنۡفُسِہِمۡ نَفۡعًا وَّ لَا ضَرًّا ؕ قُلۡ ہَلۡ یَسۡتَوِی الۡاَعۡمٰی وَ الۡبَصِیۡرُ ۬ۙ اَمۡ ہَلۡ تَسۡتَوِی الظُّلُمٰتُ وَ النُّوۡرُ ۬ۚ اَمۡ  جَعَلُوۡا لِلّٰہِ  شُرَکَآءَ  خَلَقُوۡا کَخَلۡقِہٖ فَتَشَابَہَ الۡخَلۡقُ عَلَیۡہِمۡ ؕ قُلِ اللّٰہُ خَالِقُ کُلِّ شَیۡءٍ وَّ ہُوَ الۡوَاحِدُ الۡقَہَّارُ ﴿﴾
Hanya Bagi Dia-lah seruan  yang haq (benar),  dan mereka yang diseru oleh orang-orang itu selain Dia, mereka tidak menjawabnya sedikit pun, melainkan seperti orang yang mengulurkan kedua tangannya ke air  supaya sampai ke mulutnya, tetapi itu tidak akan sampai kepadanya,  dan tidaklah doa orang-orang kafir itu melainkan  sia-sia belaka.  Dan kepada Allah-lah bersujud siapa pun yang ada di seluruh langit dan bumi dengan rela  atau tidak rela  dan demikian juga bayangan-bayangan mereka pada setiap pagi dan petang hari.   Katakanlah: “Siapakah  Rabb (Tuhan) seluruh langit dan bumi?” Katakanlah: “Allah!” Katakanlah: “Apakah kamu mengambil selain Dia pelindung-pelindung   yang tidak memiliki  kekuasaan untuk kemanfaatan atau pun kemudaratan, meskipun bagi dirinya sendiri?” Katakanlah: ”Apakah sama keadaan orang-orang buta dan    orang-orang yang melihat? Atau samakah gelap dan terang? Atau  apakah mereka itu menjadikan bagi Allah sekutu yang telah menciptakan seperti ciptaan-Nya  sehingga kedua jenis ciptaan itu nampak serupa saja bagi mereka?” Katakanlah: “Hanya Allah yang telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia-lah Yang Maha Esa, Maha Perkasa.” (Ar-Rā’d [13]:15-17). 
      Ungkapan:  لَہٗ  دَعۡوَۃُ   الۡحَقِّ -- “Hanya Bagi Dia-lah seruan  yang haq (benar)”  diterjemahkan sebagai berikut: (1)  Allah Swt.  sajalah yang layak disembah; (2) hanya shalat dan mendoa kepada  Allah Swt.   sajalah yang dapat berguna dan berfaedah bagi manusia; (3) suara  Allah Swt.   sajalah yang berkumandang untuk mendukung kebenaran; dan (4) suara  Allah Swt.    sajalah yang akan unggul.
        Makna Ayat selanjutnya:  وَ الَّذِیۡنَ  یَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِہٖ لَا یَسۡتَجِیۡبُوۡنَ لَہُمۡ بِشَیۡءٍ  اِلَّا کَبَاسِطِ کَفَّیۡہِ  اِلَی الۡمَآءِ لِیَبۡلُغَ فَاہُ وَ مَا ہُوَ بِبَالِغِہٖ ؕ وَ مَا دُعَآءُ الۡکٰفِرِیۡنَ  اِلَّا  فِیۡ  ضَلٰلٍ   --  “dan mereka yang diseru oleh orang-orang itu selain Dia, mereka tidak menjawabnya sedikit pun, melainkan seperti orang yang mengulurkan kedua tangannya ke air  supaya sampai ke mulutnya, tetapi itu tidak akan sampai kepadanya,  dan tidaklah doa orang-orang kafir itu melainkan  sia-sia belaka.“
      Makna Ayat tersebut adalah bahwa  jalan yang benar untuk mendapat sukses dalam kehidupan ialah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya yang tepat -- memberikan kedudukan kepada Allah Swt.  kedudukan yang mustahak bagi-Nya sebagai satu-satunya Tuhan Pencipta seluruh alam, dan memberi kepada makhluk-makhluk-Nya (ciptaan-ciptaan-Nya) kedudukan yang mereka berhak memilikinya. Hanya itu saja satu-satunya jalan untuk mencapai sukses dan kebahagiaan yang sejati.
     Ketika  makhluq-makhluk yang lemah  tersebut kemudian “dipertuhan” maka gambarannya adalah seperti yang dikemukakan ayat tersebut: وَ الَّذِیۡنَ  یَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِہٖ لَا یَسۡتَجِیۡبُوۡنَ لَہُمۡ بِشَیۡءٍ  اِلَّا کَبَاسِطِ کَفَّیۡہِ  اِلَی الۡمَآءِ لِیَبۡلُغَ فَاہُ وَ مَا ہُوَ بِبَالِغِہٖ ؕ وَ مَا دُعَآءُ الۡکٰفِرِیۡنَ  اِلَّا  فِیۡ  ضَلٰلٍ   --  “dan mereka yang diseru oleh orang-orang itu selain Dia, mereka tidak menjawabnya sedikit pun, melainkan seperti orang yang mengulurkan kedua tangannya ke air  supaya sampai ke mulutnya, tetapi itu tidak akan sampai kepadanya,  dan tidaklah doa orang-orang kafir itu melainkan  sia-sia belaka.“

Semua Makhluk (Ciptaan) Tidak Bisa Melepaskan Diri Dari “Hukum-hukum” Allah Swt.

       Ayat  selanjutnya menjelaskan satu kebenaran   agung, yaitu bahwa segala sesuatu yang dijadikan Allah Swt.  – yakni makhluk-Nya   --  mau tidak mau harus tunduk kepada hukum-hukum alam yang diadakan (ditetapkan)  oleh-Nya. Lidah harus melaksanakan tugas mencicip dan telinga tidak berdaya selain mendengar. Tunduknya semua ciptaan Allah Swt. kepada hukum-hukum alam itu dapat disebut sebagai dipaksakan.  Itulah makna ayat: وَ لِلّٰہِ یَسۡجُدُ مَنۡ فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ طَوۡعًا وَّ کَرۡہًا وَّ ظِلٰلُہُمۡ بِالۡغُدُوِّ  وَ الۡاٰصَالِ    -- “Dan kepada Allah-lah bersujud siapa pun yang ada di seluruh langit dan bumi dengan rela  atau tidak rela  dan demikian juga bayangan-bayangan mereka pada setiap pagi dan petang hari.“
       Tetapi manusia diberi juga kebebasan tertentu untuk berbuat, di mana ia dapat mempergunakan kemauannya dan pertimbangan akalnya. Tetapi bahkan dalam perbuatan-perbuatan, yang untuk melakukannya ia nampaknya dianugerahi kebebasan, ia sedikit-banyak harus tunduk kepada paksaan, dan ia harus menaati hukum-hukum  Allah Swt.  dalam berbuat apa pun, biar suka atau tidak.
    Kata-kata  طَوۡعًا وَّ کَرۡہًا --  “dengan senang atau tidak senang” dapat juga mengisyaratkan kepada dua golongan manusia, yaitu (1) orang-orang beriman yang secara ikhlas tunduk kepada  Allah Swt.,   dan (2) orang-orang kafir yang menaati hukum-hukum  Allah Swt.   dengan menggerutu.
        Kedua golongan manusia tersebut masing-masing akan mendapatkan akibatnya yang baik mau pun yang buruk   sesuai dengan perbuatannya masing-masing sesuai dengan ketetapan hukum Allah Swt., firman-Nya:
 ہٰذٰنِ خَصۡمٰنِ اخۡتَصَمُوۡا فِیۡ رَبِّہِمۡ ۫ فَالَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا قُطِّعَتۡ لَہُمۡ ثِیَابٌ مِّنۡ نَّارٍ ؕ یُصَبُّ مِنۡ فَوۡقِ رُءُوۡسِہِمُ الۡحَمِیۡمُ ﴿ۚ﴾ یُصۡہَرُ  بِہٖ  مَا فِیۡ  بُطُوۡنِہِمۡ  وَ الۡجُلُوۡدُ ﴿ؕ﴾   وَ لَہُمۡ  مَّقَامِعُ مِنۡ  حَدِیۡدٍ ﴿﴾ کُلَّمَاۤ  اَرَادُوۡۤا اَنۡ یَّخۡرُجُوۡا مِنۡہَا مِنۡ غَمٍّ  اُعِیۡدُوۡا فِیۡہَا ٭ وَ ذُوۡقُوۡا عَذَابَ الۡحَرِیۡقِ ﴿٪﴾ اِنَّ اللّٰہَ یُدۡخِلُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ  یُحَلَّوۡنَ فِیۡہَا مِنۡ اَسَاوِرَ مِنۡ ذَہَبٍ وَّ لُؤۡلُؤًا ؕ وَ لِبَاسُہُمۡ  فِیۡہَا حَرِیۡرٌ ﴿﴾ وَ ہُدُوۡۤا اِلٰی الطَّیِّبِ مِنَ الۡقَوۡلِ ۚۖ وَ ہُدُوۡۤا  اِلَی  صِرَاطِ  الۡحَمِیۡدِ ﴿﴾
Mereka berdua  ini golongan petengkar yang berbantah mengenai Rabb (Tuhan) mereka, maka orang-orang kafir bagi mereka akan dipotongkan pakaian-pakaian dari api, dituangkan dari atas kepala mereka  air mendidih.  Akan dilebur dengannya apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit mereka.   Dan bagi mereka ada cambuk-cambuk besi.    Setiap kali mereka hendak ke luar dari situ karena sedih, mereka akan dikembalikan ke dalamnya dan, dikatakan:  Rasakanlah azab yang membakar!”   Sesungguhnya Allah akan  memasukkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh ke dalam kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di dalamnya   mereka akan dihiasi  dengan gelang-gelang emas dan mutiara, dan di dalamnya  pakaian mereka dari sutera.  Dan mereka akan dibimbing kepada ucapan yang baik, dan mereka akan dibimbing ke jalan  yang terpuji. (Al-Hājj [20]:20-25).
        Isyarat dalam kata-kata “mereka berdua ini”  dalam ayat: ہٰذٰنِ خَصۡمٰنِ اخۡتَصَمُوۡا فِیۡ رَبِّہِمۡ   -- “Mereka berdua  ini golongan petengkar yang berbantah mengenai Rabb (Tuhan) mereka“ ditujukan kepada dua golongan manusia, yaitu (1) orang-orang beriman dan (2) orang-orang kafir. Ayat-ayat selanjutnya (21-23) menggambarkan akibat buruk yang pasti akan dialami oleh orang-orang kafir  -- baik di dunia mau pun di akhirat -- sedangkan ayat  24-25 menggambarkan  berbagai akibat baik serta ganjaran surgawi   yang akan dianugerahkan kepada orang-orang yang beriman kepada Allah Swt. dan rasul-Nya.   

Penggenapan Nubuatan Nabi Besar Muhammad Saw. Mengenai Syuraqah bin Malik Berkenaan Ditaklukannya Kerajaan Persia  Oleh Umat Islam

          Berkenaan dengan ayat:  اِنَّ اللّٰہَ یُدۡخِلُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ  یُحَلَّوۡنَ فِیۡہَا مِنۡ اَسَاوِرَ مِنۡ ذَہَبٍ وَّ لُؤۡلُؤًا ؕ وَ لِبَاسُہُمۡ  فِیۡہَا حَرِیۡرٌ   -- “Sesungguhnya Allah akan  memasukkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh ke dalam kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di dalamnya   mereka akan dihiasi  dengan gelang-gelang emas dan mutiara, dan di dalamnya  pakaian mereka dari sutera.” Nabi Besar Muhammad saw.   menurut riwayat pernah bersabda “Nil dan Efrat itu dua buah sungai surgawi” (Muslim bab al-Jannah).  
         Nabi Besar Muhmamad saw.    dan para sahabat r.a.  mengetahui, bahwa kepada mereka telah dijanjikan “kebun-kebun,” bukan saja pada kehidupan di akhirat tetapi di dunia juga; dan mereka mengetahui bahwa dengan “kebun-kebun” di dunia dimaksudkan daerah-daerah kaya dan subur yang pernah diperintah oleh para Kisra dari Persia dan Kaisar dari kerajaan Romawi Timur.
       Di masa khilafat Umar bin Khaththab r.a.  tentara Islam bertempur di dua medan pertempuran, yaitu di Mesopotamia dan Siria. Ketika beberapa pemimpin Arab menghadap beliau r.a. dan menawarkan jasa, beliau r.a. menanyakan kepada mereka, “Mau pergi ke negeri yang manakah dari antara   dua daerah yang dijanjikan  itu (Mesopotamia atau Siria)?
        Nubuatan dalam ayat tersebut telah dipenuhi secara harfiah ketika  Khalifah Umar bin Khaththab r.a. menyuruh Suraqah bin Malik r.a.   memakai gelang-gelang mas yang raja-raja Iran  --  biasa memakainya pada upacara-upacara kenegaraan yang istimewa – dalam rangka  menyempurnakan kebenaran sabda (nubuatan) Nabi Besar Muhammad saw. ketika Suraqah bin Malik mengejar dan berusaha menangkap  beliau saw. sewaktu hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar Shiddiq  r.a.  agar mendapat hadiah besar dari para pemuka kaum kafir Quraisy pimpinan Abu Jahal, firman-Nya:   
اِلَّا تَنۡصُرُوۡہُ فَقَدۡ  نَصَرَہُ  اللّٰہُ  اِذۡ اَخۡرَجَہُ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡا ثَانِیَ اثۡنَیۡنِ اِذۡ ہُمَا فِی الۡغَارِ اِذۡ یَقُوۡلُ لِصَاحِبِہٖ لَا تَحۡزَنۡ اِنَّ اللّٰہَ مَعَنَا ۚ فَاَنۡزَلَ اللّٰہُ سَکِیۡنَتَہٗ عَلَیۡہِ وَ اَیَّدَہٗ  بِجُنُوۡدٍ لَّمۡ تَرَوۡہَا وَ جَعَلَ کَلِمَۃَ  الَّذِیۡنَ کَفَرُوا السُّفۡلٰی ؕ وَ کَلِمَۃُ  اللّٰہِ ہِیَ الۡعُلۡیَا ؕ وَ اللّٰہُ  عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ  ﴿﴾
Jika kamu tidak menolongnya maka  sungguh Allah  telah menolongnya ketika ia (Rasulullah) diusir oleh orang-orang kafir, sedangkan ia kedua dari yang dua ketika keduanya berada dalam gua, lalu ia berkata kepada temannya: لَا تَحۡزَنۡ اِنَّ اللّٰہَ مَعَنَا  --  “Janganlah engkau sedih sesungguhnya Allah beserta kita”, lalu  Allah menurunkan ketenteraman-Nya kepadanya dan menolongnya dengan lasykar-lasykar yang kamu tidak melihatnya,  dan Dia menjadikan perkataan orang-orang yang kafir itu rendah sedangkan Kalimah Allah itulah yang tertinggi, dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (At-Taubah [40).  
 
Para Penyembah Berhala dan Yang Disembahnya Sama-sama Lemah

      Ada pun yang dimaksud oleh ayat ini ialah hijrah Nabi Besar Muhammad saw.  dari Mekkah ke Medinah ketika beliau didampingi oleh   Abubakar Shiddiq r.a.  berlindung di gua Tsaur. Ayat ini menjelaskan martabat ruhani amat tinggi  Abubakar Shiddiq r.a.  yang telah disebut sebagai “salah satu di antara dua orang” dengan disertai Allah  Swt.  dan Dia   Sendiri meredakan rasa ketakutannya.
      Telah tercatat dalam sejarah bahwa ketika berada dalam gua   Abubakar Shiddiq r.a.   mulai menangis, dan ketika ditanya oleh Nabi Besar Muhammad saw.  mengapa beliau menangis, beliau menjawab: “Saya tidak menangis untuk hidupku, ya Rasulullah, sebab jika saya mati, ini hanya menyangkut satu jiwa saja, tetapi jika Anda mati, ini akan merupakan kematian Islam dan kematian seluruh umat Islam.” (Zurqani).
       Perhatikan bahwa betapa  Allah Swt.  --  Tuhan pencipta seluruh alam yang hakiki   -- benar-benar membuktikan  janji-janji-Nya kepada para penyembah-Nya yang hakiki, berbeda dengan “tuhan-tuhan palsu” hasil rekayasa pemikiran orang-orang yang jahil  sebagaimana dikemukakan dalam firman Allah Swt. sebelumnya  (Ar-Rā’d [13]:15-17), dan juga dalam firman-Nya berikut ini:  
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ  فَاسۡتَمِعُوۡا لَہٗ  ؕ اِنَّ الَّذِیۡنَ تَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ لَنۡ یَّخۡلُقُوۡا ذُبَابًا وَّ لَوِ اجۡتَمَعُوۡا  لَہٗ ؕ وَ اِنۡ یَّسۡلُبۡہُمُ الذُّبَابُ شَیۡئًا لَّا یَسۡتَنۡقِذُوۡہُ  مِنۡہُ ؕ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَ الۡمَطۡلُوۡبُ ﴿  مَا قَدَرُوا اللّٰہَ حَقَّ قَدۡرِہٖ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾ اَللّٰہُ یَصۡطَفِیۡ مِنَ الۡمَلٰٓئِکَۃِ  رُسُلًا وَّ مِنَ النَّاسِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ سَمِیۡعٌۢ  بَصِیۡرٌ ﴿ۚ﴾ یَعۡلَمُ مَا بَیۡنَ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ مَا خَلۡفَہُمۡ ؕ وَ اِلَی اللّٰہِ  تُرۡجَعُ الۡاُمُوۡرُ ﴿﴾
Hai manusia, suatu tamsil (perumpamaan) telah dikemukakan maka dengarlah tamsil itu.  Sesungguhnya mereka yang kamu seru selain Allah tidak dapat menjadikan seekor lalat, walau pun mereka itu bergabung untuk itu. Dan seandainya  lalat itu menyambar sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. ضَعُفَ الطَّالِبُ وَ الۡمَطۡلُوۡبُ --  Sangat lemah yang meminta dan yang diminta.  مَا قَدَرُوا اللّٰہَ حَقَّ قَدۡرِہٖ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ --    Mereka sekali-kali tidak dapat menilai kekuasaan Allah dengan sebenar-benarnya, sesungguhnya Allah MahakuatMaha Perkasa.  اَللّٰہُ یَصۡطَفِیۡ مِنَ الۡمَلٰٓئِکَۃِ  رُسُلًا وَّ مِنَ النَّاسِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ سَمِیۡعٌۢ  بَصِیۡرٌ --  Allah memilih rasul-rasul dari antara malaikat-malaikat dan dari antara manusia, sesungguhnya Allah Maha MendengarMaha Melihatیَعۡلَمُ مَا بَیۡنَ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ مَا خَلۡفَہُمۡ ؕ وَ اِلَی اللّٰہِ  تُرۡجَعُ الۡاُمُوۡرُ  --  Dia mengetahui apa pun  yang di hadapan mereka dan apa pun  yang di belakang mereka, dan kepada Allah-lah segala urusan dikembalikan (Al-Hājj [22]:74-77).
    Ayat 74 menerangkan kepada orang-orang kafir, bahwa tuhan-tuhan mereka sama sekali tidak mempunyai kekuasaan dan tidak berdaya, dan betapa bodohnya mereka untuk menyembah tuhan-tuhan itu.
     Kenyataan, bahwa orang-orang musyrik menjatuhkan derajat mereka sendiri ke tingkat yang begitu rendah, hingga mereka menyembah patung-patung — berhala-berhala yang terbuat dari kayu dan batu — menunjukkan, bahwa mereka mempunyai anggapan yang sangat keliru mengenai kekuatan-kekuatan dan Sifat-sifat Tuhan Yang Maha Kuasa, Al-Khāliq (Maha Pencipta) Yang Agung, sebagaimana ribuan tahun sebelumnya Nabi  Ibrahim a.s. telah mengkritik kemusyrikan  kaum   dan juga mertua beliau  (QS.6:75-85; QS.21:52-71; QS.37:84-99).
     Pada hakikatnya, semua kepercayaan yang mengakui adanya banyak tuhan dan semua anggapan-anggapan musyrik adalah timbul dari pandangan yang lemah dan keliru, bahwa kekuatan-kekuatan dan sifat-sifat Tuhan itu terbatas dan mempunyai kekurangan seperti halnya manusia, sebagaimana kepercayaan keliru golongan Ariya, firman-Nya: مَا قَدَرُوا اللّٰہَ حَقَّ قَدۡرِہٖ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ --    Mereka sekali-kali tidak dapat menilai kekuasaan Allah dengan sebenar-benarnya, sesungguhnya Allah MahakuatMaha Perkasa.  (Al-Hājj [22]:75), lihat pula QS.6:92; QS.39:68.

Mencela Kesempurnaan Ajaran Islam Tanpa Pengetahuan & Tiga Cara Melakukan Pensucian Jiwa dari Dosa

       Sehubungan dengan hal tersebut Masih Mau’ud a.s. lebih lanjut menjelaskan:   “Di sini kami terangkan dengan sedih hati    bahwa kebanyakan orang-orang Ariya dan Kristen telah biasa mencela peraturan-peraturan Islam yang benar dan sempurna tetapi mereka lalai terhadap keruhanian agamanya sendiri. Mencaci-maki dan mencela orang-orang mulia, nabi-nabi dan rasul-rasul bukanlah ajaran  suatu agama, malah perbuatan terkutuk ini sangat berlawanan dengan asal (pokok) tujuan agama. 
       Tujuan agama adalah manusia harus membersihkan diri supaya ruhnya senantiasa bersujud di hadapan istana Ilahi dengan penuh keyakinan, kecintaan, makrifat, kejujuran dan kesetiaan  sehingga terjadi suatu perubahan sejati dalam dirinya untuk memperoleh kehidupan surgawi di  dunia ini juga.
         Kebaikan yang sebenarnya tidak dapat diperoleh hanya dengan itikad bahwa Nabi Isa  naik di atas kayu salib (disalibkan) untuk menebus dosa manusia dan dengan beriman kepada hal ini saja seorang menjadi bersih dari dosa-dosa. Bagaimana mungkin  akan  dapat diperoleh kesucian dan kebersihan jika tidak dengan mengerjakan tadzkiyah nafs (pensucian  diri pribadi) sedikit pun?
       Kesucian yang sebenarnya baru akan dapat diperoleh kalau manusia taubat dari kehidupan yang kotor untuk mencari  kehidupan yang suci, dan harus menjalankan tiga perkara berikut ini:
     Pertama,  ialah tadbir (rencana) dan mujahadah (daya upaya/usaha) yakni sedapat mungkin ia harus berdaya-upaya (berusaha) untuk keluar dari kehidupan yang kotor.
     Kedua, ialah doa yakni setiap saat ia harus munajat ke hadhirat Ilahi agar Dia mengeluarkannya dari kehidupan yang kotor dengan Tangan-Nya Sendiri serta menimbulkan suatu api di dalamnya untuk membakar segala apa yang bersangkut-paut dengan kejahatan dan memberikan suatu kekuatan untuk menang atas dorongan-dorongan nafsunya.
        Hendaknya ia senantiasa sibuk di dalam doa itu sehingga tibalah saatnya suatu nur Ilahi turun atas kalbunya, suatu cahaya yang  gemerlap melenyapkan segala kegelapan dari nafsunya serta menjauhkan kelemahan-kelemahannya dan menimbulkan suatu perubahan suci pada dirinya. 
    Sebenarnya doa mempuyai kekuatan yang luar biasa, orang mati kalau dapat dihidupkan lagi hanyalah dengan doa, orang-orang kotor kalau dapat dibuat suci hanya dengan doa. Akan tetapi mengerjakan doa itu sama susahnya seperti menerima kematian.
      Ketiga,  ia bergaul dengan orang-orang suci dan shalih karena suatu pelita dapat dinyalakan  dengan perantaraan pelita lain yang telah menyala.

Dua Macam  “Minuman Surgawi

        Jelasnya ialah tiga jalan untuk memperoleh najat (keselamatan) dari dosa dan dengan mengerjakan semua jalan ini akhirnya kelak kita akan mendapat fadhal (karunia) dan rahmat Ilahi. Kita tidak akan dapat lepas dari dosa hanya dengan mempercayai bahwa Nabi Isa  naik di atas kayu salib (disalibkan) untuk menebus dosa manusia, melainkan itu hanya menipu diri sendiri.
       Manusia dijadikan  untuk suatu maksud dan tujuan yang sangat tinggi maka ia tidak cukup hanya melepaskan diri dari dosanya saja.   Banyak binatang tidak berbuat suatu dosa, kemudian dapatkah  binatang-binatang itu disebut sebagai kamil (sempurna)? Dapatkan kita memperoleh hadiah atau karunia dari seseorang hanya karena kita tidak berbuat dosa terhadapnya?
     Karunia dan hadiah itu akan diperoleh hanya dengan khidmat dan bakti yang dikerjakan  dengan tulus ikhlas, dan  khidmat dan bakti dalam jalan Allah Swt.  ialah manusia harus menyerahkan  diri kepada-Nya serta melepaskan segala kecintaan yang lain untuk kecintaan  kepada-Nya dan membuang kemauan sendiri untuk memperoleh keridhaan-Nya.
       Tentang hal ini Al-Quran mengemukakan suatu misal bahwa seorang manusia tidak  memperoleh kesempurnaan   sebelum minum dua macam minuman:     Pertama, ialah minuman untuk mendinginkan kesukaan kepada dosa yang dalam Al-Quran dinamakan “minuman kafur (kafur barus).” Kedua, ialah minuman untuk mengisi kecintaan Ilahi yang dalam Al-Quran dinamakan “minuman zanjabil (jahe).”
    Tetapi sayang orang-orang Ariya dan Kristen tidak mempergunakan jalan ini. Orang-orang Ariya mengatakan bahwa dosa   akan dihukum  -- baik bertaubat atau pun tidak  --  dan akan menyebabkan terjadinya penitisan  ruh (re-inkarnasi) yang berulang-ulang.
      Orang-orang Kristen berpendirian bahwa hanya dengan mempercayai Nabi Isa a.s. naik di atas salib (disalibkan) untuk menebus dosa manusia kita akan lepas dari dosa-dosa itu. Kedua golongan ini telah sesat jauh dari asal maksudnya, mereka meninggalkan pintu yang harus dilaluinya dalam hutan rimba yang sangat jauh. 
       
(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

oo0oo

Pajajaran Anyar, 18   Maret  2017